SUKOHARJO – Judicial Corruption Watch (JCW) Kota Surakarta yang beranggotakan puluhan advokat menggelar aksi solidaritas terhadap perkara Zaenal Mustofa dengan mendatangi kantor Polsek Kartasura dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Rabu (19/2/2025).
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap Zaenal selaku advokat yang dinilai mendapat perbedaan pelayanan oleh aparat kepolisian saat menangani perkara kliennya pada, September 2013 di Polsek Kartasura. Saat itu, Zaenal atas nama klien melaporkan seorang advokat perempuan inisial AP atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Diantara puluhan advokat yang ikut aksi solidaritas tersebut, ada Muhammad Taufiq advokat senior yang juga penggagas JCW, serta Ketua DPC PERADI Surakarta Zainal Abidin. Namun begitu, aksi solidaritas ditegakan tidak ada hubungan dengan organisasi advokat.
“Ini merupakan aksi solidaritas sesama advokat. Perlu kami luruskan bahwa ini bukan atas nama organisasi advokat tapi atas nama JCW yaitu lembaga pengawas perilaku penegak hukum. Jadi korupsi yang paling berbahaya itu bukan korupsi uang, tapi korupsi perilaku dan pasal,” kata Taufiq.
Ia menyatakan, kehadiran sekira 30 advokat dalam aksi solidaritas juga bukan sebagai penasehat hukum Zaenal Mustofa dalam perkaranya melawan AP. Baik Zaenal dan AP, saat perkara itu bergulir sama-sama warga Kartasura.
“Karena kami peduli, maka kami mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi pada September 2013 silam, itu berarti sudah 12 tahun. Kalau kita memakai asumsi bahwa sebuah perkara bisa dinyatakan berhenti menurut ketentuan pasal 109 KUHP ayat 1 itu, ada tiga alasannya,” beber Taufiq.
Tiga alasan dimaksud menurut Taufiq adalah, pelakunya sudah meninggal dunia, pasal yang digunakan sudah tidak berlaku atau sudah dicabut, dan kekurangan alat bukti.
“Karena pada September 2013 itu AP sudah diterbitkan SPDP dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ketika tadi kami ngecek kesana (Polsek Kartasura), dari pihak kepolisian mengatakan, pertama tidak ada SP3, dan kedua, perkara ini disebutkan di asistensi oleh Polda Jateng,” ujarnya.
Atas jawaban itu, Taufiq menilai bahwa pihak kepolisian telah berbohong, karena berdasarkan pengecekan di Kejari Sukoharjo, sama sekali belum pernah menerima SPDP dari kepolisian.
“Padahal yang namanya SPDP itu harus diberikan kepada tiga pihak, satu kejaksaan, kedua pelapor, dan yang ketiga terlapor. Nah, dari jawaban itu saya berkesimpulan bahwa polisi sudah sakit kembung, kemudian polisi ini tidak mengamalkan salah satu ajaran Kapolri, yaitu Presisi,” ucapnya.
Oleh karenanya, berdasarkan hasil konfirmasi ke Polsek Kartasura dan Kejari Sukoharjo tersebut, Taufiq menuntut agar perkara AP yang sudah jadi tersangka pada 2013 dinaikkan untuk segera dilimpahkan ke kejaksaan.
“Kalau mereka tidak mau menaikkan itu, Kapolsek sama Kapolres saya minta mundur. Dari perkara ini sangat jelas bahwa AP, pasti sudah ada apa-apanya dengan kepolisian, kemudian polisi tidak bertindak profesional. Kalau kita memakai standar hukum acara, berperkara itu harus cepat dan murah. Dan yang paling mahal dari peristiwa ini adalah, tidak adanya kepastian hukum,” tegas Taufiq.
Sementara, Zaenal yang mendapat dukungan solidaritas dari sesama advokat di JCW, meminta agar kepolisian dapat menegakkan keadilan tanpa disparitas atau perbedaan pelakuan hukum.
“Saya sebagai kuasa dari korban yakni Bu KS, bahwa yang bersangkutan ini merasa tertipu karena saat mendatangi AP melihat ada papan nama (pengacara), terus akhirnya menyerahkan perkara gugatan perceraiannya untuk ditangani AP. Namun ternyata, saat itu (2013) AP belum punya sumpah advokat sehingga gugatan perceraian dicabut,” ujarnya.
Zaenal mengaku bahwa dalam laporannya ke Polsek Kartasura kala itu, juga telah menyertakan sejumlah bukti-bukti, diantaranya dokumen berupa kwitansi, surat kuasa, hingga papan nama praktek advokat yang disebutkan milik AP.
“Tapi saya nggak tahu kenapa sampai sekarang kasus ini terkatung-katung. Apakah karena klien saya ini orang nggak mampu atau bagaimana, saya tidak tahu. Saya ingin keadilan itu ditegakkan tanpa ada perbedaan,” pungkas Zaenal.
Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, Kombes Pol Ari Wibowo, AKBP Ike Yulianto Wicaksono, Artanto, Ribut Hari Wibowo