Semarang – Pengamat hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Muhammad Rustamaji mengingatkan DPR untuk cermat dan berhati-hati dalam menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP.
“Konsep baru dalam RUU KUHAP harus memperhatikan sinkronisasi kewenangan dalam integrasi proses penegakan hukum,” kata Rustamaji di Semarang, Senin.
Ia menjelaskan salah satu hal yang mengemuka dalam pembahasan RUU KUHAP adalah kemungkinan penghapusan penyelidikan yang tidak diformulasikan.
Kondisi tersebut memunculkan berbagai potensi perubahan penegakan hukum dalam proses awal diketahuinya tindak pidana.
Ia menjelaskan penyidikan suatu tindak pidana yang tidak didahului dengan penyelidikan akan memunculkan masyarakat yang suka menuntut.
“Masyarakat yang suka membawa seluruh permasalahan ke jalur hukum sehingga mengakibatkan addictive to law,” katanya.
Ia mengatakan bahwa selama ini dugaan terjadinya suatu tindak pidana melalui laporan maupun aduan. Namun, jika setiap laporan pidana direspons langsung dengan penyidikan maka memunculkan masalah yang berkaitan dengan kecukupan penyidik.
Rustamaji menambahkan akan terjadi kelebihan perkara dalam tahap penyidikan sehingga menimbulkan permasalahan akibat rasio jumlah penyidik dengan laporan masyarakat yang tidak berimbang.
Hal lain yang memerlukan perhatian dalam pembahasan RUU KUHAP, yakni upaya paksa yang dilakukan penyidik dalam upaya penegakan hukum.
“Upaya paksa dimulai dengan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan,” katanya.
Pada formulasi RUU KUHAP, tambah dia, upaya paksa tidak disusun dengan urut. Selain itu, tindakan lain yang bertujuan membantu penyidik, seperti penyadapan maupun penggunaan data intelijen untuk tindak pidana tertentu juga tidak diakomodasi dalam RUU KUHAP.
Oleh karena itu, menurut dia, pembahasan revisi peraturan perundang-undangan tersebut harus dilakukan dengan sangat cermat dan berhati-hati.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI menggulirkan pembahasan RUU KUHAP pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025.
DPR menargetkan KUHAP yang baru nantinya dapat berlaku bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada tanggal 1 Januari 2026.
Hal tersebut didasarkan pada semangat politik hukum KUHAP haruslah sama dengan semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP. (*)
sumber : antaranews.com