PURWOREJO – Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama aparat penegak hukum membentuk unit khusus penanganan kasus kekerasan seksual. Hal tersebut diusulkan karena melihat lambatnya penanganan hukum kasus pemerkosaan kakak beradik oleh 13 tetangganya di Purworejo, Jawa Tengah. “Kami mendorong agar pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum dimaksimalkan, khususnya dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak,” ujar Selly dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/11/2024). “Sempat tertundanya penanganan kasus di Purworejo ini menjadi momen perbaikan sistem penegakan hukum di Indonesia,” sambungnya.
Politikus PDI-P itu berharap, tim tersebut nantinya bisa memiliki kewenangan khusus untuk bertindak cepat, terutama dalam pendampingan terhadap korban, maupun pemantauan proses investigasi perkara.
“Unit khusus itu juga bisa memantau proses investigasi dan peradilan terkait kasus kekerasan seksual, khususnya bagi anak dan perempuan di seluruh wilayah Indonesia. Akuntabilitas yang lebih tinggi diharapkan mempercepat penanganan kasus,” kata Selly. Dengan begitu, lanjut Selly, tidak ada lagi penanganan perkara kekerasan seksual yang berlarut-larut. Sebab, penanganan kasus maupun pemberian hukum kepada pelaku harus maksimal. “Kita harus memastikan bahwa pelaku mendapat hukuman maksimal sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan perempuan. Hukuman maksimal juga agar menjadi efek jera,” ucap Selly.
Dalam penanganan kasus pemerkosaan kakak beradik ini, Selly pun mendesak kepolisian menerapkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). “Jadi penerapan UU Perlindungan Anak saja tidak cukup. Polisi harus menerapkan UU TPKS agar hukuman bagi pelaku lebih maksimal karena apa yang mereka perbuat sangat biadab,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, kakak beradik berinisial KSH (17) dan DSA (15) diduga diperkosa 13 pria tetangganya di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Akibat tindakan ini, korban DSA pun hamil melahirkan seorang bayi. Tidak hanya itu, DSA juga dipaksa menikah siri dengan salah satu pelaku. Permintaan itu diiyakan korban sehingga pernikahan ini digelar. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Purworejo pada Juni 2024, namun kemudian belum ada perkembangan.
Para korban pun mendatangi pengacara Hotman Paris untuk meminta bantuan hukum atas kasus yang mereka hadapi. Sementara itu, Polda Jawa Tengah akhirnya mengambil alih kasus tersebut dari Polres Purworejo. Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan penyelidikan dan berhati-hati dalam proses pemeriksaan. Sebab, pihaknya harus tetap menerapkan asas praduga tak bersalah.
Sumber : nasional.kompas.com
Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Artanto, Ribut Hari Wibowo