SEMARANG – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyerahkan secara resmi hasil investigasi soal kasus perundungan dr Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) kepada Polda Jawa Tengah.

Dalam laporan hasil investigasi tersebut, Kemenkes juga menghimpun laporan 70-an korban lainnya.

“Ada 70-an (korban perundungan), sudah diserahkan ke Polda (Jateng) untuk diproses,” jelas Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan drg Murti Utami di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Senin (30/9/2024).

Murti mengatakan, korban yang melapor tidak hanya dari Undip melainkan dari berbagai kampus.

“Tapi kasusnya semua di Semarang,” sambungnya.

Murti mendatangi Mapolda Jateng untuk mendampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha untuk bertemu Kapolda Jateng Irjen Pol Ribut Hari Wibowo.

Kunta menuturkan, pertemuan dengan Kapolda Jateng untuk memastikan penyelidikan kasus ini sudah berjalan dengan baik.

“Kami sudah siapkan bukti semuanya seusai permintaan dari Polda Jateng untuk kasus ini mulai dari bukti-bukti, saksi, kuasa hukum dan lainnya,” paparnya.

Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald Simamora mengatakan, 70-an pelapor yang diserahkan Kemenkes ke pihaknya belum diperiksa secara rinci.

Ia menyebut masih fokus terhadap laporan investigasi yang disodorkan Kemenkes di RSUP Kariadi.

“Bukti itu yang kami tindaklajuti. (70 korban) lainnya yang melapor mungkin porsi berbeda,” bebernya.

Kendati begitu, Johanson menyarankan kepada korban lainnya untuk segera membuat laporan.

“Kami terbuka dan kerahasiaan pastinya dijamin kepolisian, Kemenkes, dan Kemendikbud Ristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi),” ujarnya.

Berkaitan dengan update kasus Aulia, Johanson mengungkapkan, sebanyak 46 saksi telah diperiksa termasuk dari pihak Universitas Diponegoro (Undip).

Namun, soal Dekan Fakultas Kesehatan dan Kepala Jurusan (Kajur) apakah sudah diperiksa, Johanson belum memeriksanya secara detail.

“Nanti kita cek karena banyak sekali namanya (dari Undip),” katanya.

Kemenkes juga telah menyerahkan hasil investigasi secara resmi ke Polda Jateng. Johanson menilai, bukti ini merupakan petunjuk dan alat bukti bagi penyidik untuk didalami.

“Bukti lain sudah dikumpulkan untuk diproses secara scientific crime investigation,” ujarnya.

Pihaknya juga bakal melakukan gelar perkara kasus tersebut dalam waktu dekat. Selepas gelar perkara khusus, nantinya akan menentukan perkara naik ketahap penyidikan atau sebaliknya.

“Terkait kapan dilakukan, nanti menunggu hasil analisa, ketika sudah waktunya kita gelar,” tandasnya.

PB IDI akan beri pendampingan hukum

Terpisah, Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bakal melakukan pendampingan hukum terhadap para dokter senior yang nantinya dipanggil oleh Polda Jateng.

Para dokter senior ini berpotensi dilakukan pemeriksaan oleh polisi buntut dari dugaan perudungan yang dialami Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).

Ibunda mendiang Risma, Nuzmatun Malinah melaporkan adanya dugaan tindak pidana perbuatan tindak menyenangkan, penghinaan dan pemerasan yang dialami anaknya selama menempuh PPDS Anestesi Undip di RSUP Kariadi.

Laporan itu dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, Rabu (4/9/2024).

“Kami tidak bicara salah atau benarnya tapi tanggung jawab dari organisasi untuk melakukan proses pendampingan karena itu adalah hak anggota,” ujar Ketua Umum PB IDI, Dr. Mohammad Adib Khumaidi di Kota Semarang, Jumat (27/9/2024).

Sebelumnya, Polda Jateng telah memanggil sebanyak 34 saksi dalam penyelidikan kasus dr Aulia Risma Lestari meliputi Ibu korban, tante, teman seangkatan, senior dan junior korban.

Kemudian bendahara angkatan, dan pihak lain yang berkomunikasi dengan korban.

Kendati melakukan pendampingan, Adib memastikan, pihaknya tetap mengedepankan penegakan hukum.

“Kita semua tetap harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” sambungnya.

Di samping itu, pihaknya juga mendorong agar menyelesaikan kasus bullying ini dari hulunya. Penyelesaian dari hulu ini di antaranya dengan memperbaiki sistem melalui adanya kontrak kerja, insentif dan sikap proaktif dari institusi pendidikan untuk memantau potensi perundungan.

Soal kontrak kerja, mahasiswa pendidikan spesialis perlu disodorkan kontrak kerja agar mengetahui rambu-rambu apa saja antara hak dan kewajibannya.

“Nanti bisa diatur soal hak istirahat, hak jam kerja dan hak insentif,” paparnya.

Berkaitan insentif bagi mahasiswa PPDS, dia mengaku sudah mengusulkannya sejak tiga tahun lalu ke pemerintah.

Hanya saja, terkendala petunjuk yang dijadikan sebagai landasan bagi rumah sakit untuk memberikan insentif kepada mahasiswa supaya tidak melanggar ketentuan keuangan yang ada.

Sebab, mahasiswa tidak tercatat sebagai pegawai rumah sakit tapi ikut melakukan pelayanan sehingga berhak mendapatkan insentif.

Insentif ini penting untuk memecahkan satu masalah yang dialami mahasiswa PPDS yakni kebutuhan finansial di dalam proses pendidikan.

“Nominalnya nanti bisa disesuaikan dengan pagu remunasi atau penghargaan profesi,” bebernya.

Sumber : TRIBUNMURIA.COM

 

Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo